Sabtu, 11 Juni 2016

POST OPERASI




Pengertian Perawatan Post Operasi

Perawatan Post Operasi adalah perawatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah tindakan operasi sebagai tindak lanjut.
Sedangkan Luka Operasi adalah luka yang disebabkan karena tindakan operasi. Misalnya : Operasi Saecar, operasi usus buntu. Biasanya luka tipe ini lebih kecil hanya berupa sayatan dan sudah dilakukan penjahitan jaringan, sehingga biasanya luka tidak dalam kondisi terbuka . Untuk kondisi ini luka berada pada kondisi luka bersih sehingga yang harus ditekankan
adalah perawatan luka selanjutnya juga harus mempertahankan kebersihannya / sterilitasnya, karena itu adalah hal yang penting yang harus diperhatikan luka segara sembuh.
Selain perawatan yang baik , nutrisi juga merupakan faktor penting yang dapat mempercepat proses penyembuhan luka, disarankan agar makan makanan yang mengandung protein yang tinggi : telur, ikan, daging karena protein sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka.
Luka operasi secara normal akan mengalami penyembuhan luka setidaknya dalam waktu 3 minggu, jika dalam kurung waktu tersebut luka tidak mengalamu penyembuhan, maka luka sedang mengalami masalah.
Tujuan Perawatan Post Operasi
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya.
Secara klasik, kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya. Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak, dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang lebih panjang.
Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam. Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari. fase ini dapat terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase terakhir dikenal dengan istilah “kembali ke normal”, yang berlangsung pada 1-6 minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa sakit ke aktivitas normal.
Pedoman Perawatan Post Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi kecil, keluar dari kamar operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9% atau glukosa 5% yang diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi (atau sesudah keluar dari situ) ia, jika perlu, diberi pula transfusi darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya pascaoperasi minum air dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam berupa air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti cairan yang keluar.

Penanganan Post Operasi
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali; kemudian, ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi, hendaknya diberi makanan cair; sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi; dengan gejala mules, kadang-kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran minyak dan gliserin. Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotik; akan tetapi sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien diserahterimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif harus sesuai dengan elemen berikut:

1. Tanda Tanda Vital
Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif. Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap 2-3 jam pada 12 jam berikutnya
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat penyembuhan luka.
3. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau intratrakea utamanya untuk pembedahan abdomen terbuka. Kombinasi anestesi spinal-epidural dapat memanfaatkan anestesi spinal. Dengan anestesi spinal continu, pasien yang menjalani pembedahan mayor dibawah level umbilikus akan mendapatkan analgetik postoperatif jangka panjang dan efektif. Kelanjutan dari pembedahan mayor, pemberian analgetik narkotik (contohnya: meperidin, 75-100 mg secara intramuscular setiap 4 jam, atau morfin, 10 mg intramuskuler setiap 4 jam) untuk mengontrol nyeri juga dibutuhkan.
Ketika pasien mentoleransikan intake oral dengan baik, regimen obatnya harus diganti menjadi analgetik oral dan harus didukung oleh ambulasi. Dua kelas besar untuk terapi non-opioid adalah acetaminophen dan obat-obat anti inflamasi (NSAIDs). Secara umum, obat-obat ini ditoleransi secara baik dan mempunyai resiko rendah terhadap efek samping yang serius. Meskipun demikian, acetaminophen bersifat toksik untuk hati jika digunakan dalam dosis yang besar. Dosis acetaminophen yang lebih dari 4.000 mg/hari harus dihindari, khususnya jika kombinasi terapi obat opioid dan non-opioid oral digunakan. Jika diberikan secara preoperatif, NSAIDs menurunkan nyeri pasca operasi dan mengurangi jumlah kebutuhan opiate (Adachi, 2007; Akarsu, 2004; Chan, 1996; Mixter, 1998).
Meskipun efek samping dari opiat berupa depresi saluran pernapasan, mual serta muntah. Akan tetapi terapi opiat merupakan pilihan utama untuk mengelola nyeri sedang sampai berat. Ketiga obat opiat yang biasanya diresepkan setelah pembedahan adalah morfin, fentanil, dan hydromorphin.
4. Posisi Tempat Tidur
Pasien biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi inhalasi muntah atau mukus. Posisi lainnya yang diinginkan oleh ahli bedah harus dinyatakan dengan jelas, contohnya, posisi datar dengan kaki tempat tidur yang elevasi.
5. Selang Drainase
Hubungkan bladder dengan kateter untuk sistem drainase berdasarkan gravitasi. Penulisan intruksi untuk drainase postoperatif lainnya, penggunaan kateter suksion, pemintaan tekanan negatif dan interval pengukuran volume drainase harus spesifik dan jelas.
6. Penggantian Cairan
Pemberian cairan secara oral atau intravena dibutuhkan. Untuk penentuan cara pemberian cairan pasien dibutuhkan, selalu ambil berdasarkan faktor-faktor jumlah seperti kehilangan cairan intraoperatif dan output urin, waktu pembedahan, penggantian cairan intraoperatif, dan jumlah cairan yang diterima pada waktu pemulihan. Meskipun setiap pasien dan jenis operasi berbeda, rata-rata pada pasien muda yang sehat mendapatkan penggantian cairan intraoperatif sebanyak 2400 mL sampai 3 liter cairan kristaloid dan glukosa, seperti Dekstrose 5% dalam setengah larutan garam normal selama 24 jam pertama. Laju hidrasi intravena harus dilakukan secara individu, seperti banyak pasien lainnya yang memerlukan volume yang kurang dan menyebabkan cairan overload pada laju cairan yang lebih cepat. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal, penggantian cairan adekuat dapat dinilai pada output urin paling tidak sebesar 30 mL/jam.
7. Diet
Tujuan utama pemberian makan setelah operasi adalah untuk meningkatkan fungsi imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan metabolik. Untuk pembedahan minor, pemberian makanan dibutuhkan dan ditoleransi, ketika pasien sadar secara penuh. Ketidaksetujuan muncul berupa seberapa cepat kemajuan diet pasien setelah pembedahan major. Hal ini bersifat individual bergantung pada setiap pasien dan pada beberapa faktor. Satu cara kemungkinan yang dapat dilakukan pada pasien berupa isapan air pada hari pembedahan. Jangan berikan air es, karena dapat menurunkan motilitas usus secara signifikan. Berikan cairan encer pada hari pertama pasca operasi jika telah terdengar bunyi usus sampai udara usus keluar. Kemudian ganti makanan secara teratur. Waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan diet secara lengkap bergantung pada prosedur pembedahannya, durasi anestesi, dan variasi individu pasien.
Kurangnya asupan protein-kalori yang besar pada pasien yang mengalami pembedahan dapat menyebabkan gangguan pada penyembuhan luka, penurunan fungsi jantung dan paru, perkembangan bakteri yang berlebih dalam traktus gastrointestinal, dan komplikasi lainnya yang menambah jumlah hari rawat inap dan morbiditas pasien (Elwyn, 1975; Kinney, 1986; Seidner, 2006). Jika substansial intake kalori terlambat diberikan dalam 7-10 hari, maka perlu pemberian makanan tambahan.

 Perawatan Pasca Operasi
Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (pasca pembedahan) diantaranya status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaaskular, okasi daerah pembedahan dan sekitarnya, serta alat yang digunakan dalam pembedahan.
Rencana tindakan :
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagendan mempertahankan integritas dinding kapiler.
2. Mempertahan respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas, tarik nafas yang dalam dengan mulut terbuka, tahan nafas selama 3 detik, kemudian hembuskan, atau dapat pula dilakukan dengan cara menarik hidung dengan menggunakan diafragma, kemudian keluarkan napsa perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan cara gunakan stoking pada pasien yang berisiko tromboplebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik.
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan cara memberikan cairan sesuai dengan kebutuhan pasien dan monitor input dan output serta mempertahankan nutrisi yang cukup.
5. Mempertahan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah terjadinya retensi urine.
6. Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurabgi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapetik.
2.5 Hal-Hal Dalam Perawatan Luka Pasca Operasi
Membersihkan dan Membalut luka
Luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi baik akan sembuh dengan sepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi (Briggs, 1997). Pengkajian luka harus memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu dan sifat operasi serta tampilan luka. Keputusan untuk membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah pembersihan luka adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis (Fletcher, 1997)
Morison (1992) berpendapat bahwa memberishkan luka tanpa menerapkan kedua kriteria dapat merusak jaringan baru. Noe & keller (1998) mengindikasikan bahwa membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama pasca operasi dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan. Meers et al (1992) menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih dengan air dan sarung tangan nonsteril, selain teknik aspektik, untuk luka jahitan yang memerlukan penggantian baluan. Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan mandi berendam. Berendam di dalam bak dapat menyebabkan eksudat luka lebih banyak beberapa hari kemudian karena jaringan menyerap air.
Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997)menyarankan penggunaan larutan salin isotonik (0,9 %) Pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan balutan luka harus diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab. Tampaknya perlu dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu luka dengan membersihkan atau mengganti balutannya kecuali bila perlu.
Untuk ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat diimplementasikan :
1. Balutan dari kamara operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi
2. Ibu harus mandi shower bila memungkinkan
3. Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pascaoperasi sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk
4. Lukamengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus diulang, sebab bila tiodak luka mungkin terbuka
5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidk lengket.
6. Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan dengan teknik bersih, dengan larutan salin nirmal yang hangat atau dengan air keran dan balutan yang sesuai
7. Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai. Pengkajian dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.
Set balutan
Briggs et al (1996) mengemukakan bahwa membalut luka merupakan praktik ritual,yang hasil penelitiannya masih sedikit. Set balutan tradisionalberisi pinset, kain kasa dan kapas wool serta mangkok kecil. Mallett(1998) berpendapat pinset dapat mencedarai jaringan yang lunak karena sifatnya yang kaku. Sebagai alternatif dapat digunakan sarung tangan. Tomlinson (1987) mengatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan tidak adanya perbedaan angka infeksi luka bila luka dibersihkan dengan sarung tangan, pinset atau tanpa sarung tangan. Sarung tangan berguna untuk melindungi bidan, sarung tangan steril diperlukan untuk luka yang diketahui terinfeksi atau diduga terinfeksi. Kapas wool dan kassa dapat meninggalkan serat halus pada luka, yang meningkatkan terjadinya respons infarmasi (Briggs et al, 1996). Irigasi luka dapat mengurangi kemungkinan tertinggalnya serat-serat tersebut, tetapi sulit untuk menentukan kekuatan yang tepat agar irigasi tersebut efektif (Briggs et al, 1996). Penggunaan busa sduah pernah diujicobakan sebagai materi alternatif (Mallett, 1988), dan dapat digunakan untuk beberapa kondisi. Bukti penelitian yang berhubungan dengan aspek-aspek lain, seperti plester, gunting, tangan yang “kotor” dan “bersih”, troli, bunga, tirai, dll, semuanya belum pernah disimpulkan. Hal yang paling jelas adalah bahwa mencuci tangan harus dilakukan secara benar dan kebersihan seluruh lingkungan terbukti berpengaruh terhadap angka infeksi (Briggs et al,1996)
Prosedur teknik pembalutan aseptik
(penyesuian dapat dilakukan untuk teknik aseptik)
1. Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu dan jelaskan perlunya pembalutan ulang terhadap luka
2. Siapkan alat diatas troli balutan bersih/permukaan/meja bersih di rumah:
• Sarung tangan steril
• Apron
• Larutan NaCL 0,9% dengan suhu kamar
• Set balutan steril dengan kantong sekali pakai dan balutan yang sesuai
• Plester dan gunting bila perlu
3. Posisikan ibu dengan tepat, perhatrikan privasi dan martabatnya
4. Pakai apron dan cuci tangan, sementara asisten membuka lapisan luar set balutan
5. Buka pembungkus bagian dalam dengan hanya menyentuh tepi kertas, asisten menyorongkan sarung tangan steril di atas bidang steril
6. Longgarkan balutan lama yang suddah ada, letakkan kantong sekali pakai di atas tangan dan lepas balutannya
7. Balikkan kantong sehingga balutan bekas berada di dlamnya, kemudian gantungkan kantong tersebut di bagian samping troli sebagai tempat sampah
8. Lakukan penggosokan tangan dan pakai sarung tangan
9. Kaji luka : bila diperlukan pembersihan, asisten menuankan larutan NaCL 0,9% ke dalam mangkok
10. Bersihkan luka dengan busa atau kain kasa dengan tangan yang bersarung tangan, pindahkan apusan dari tangan “bersih” ke tangan”kotor”
11. Lakukan apusan dengan tangan “kotor”, satu kapas untuk satu kali asupan, dari dalam ke luar
12. Buang kapas bekas asupan
13. Ulangi sesuai kebutuhan
14. Keringkan kulit di sekelilingnya
15. Pasang dan kencangkan balutan
16. Buang peralatan bekas dengan benar
17. Buat ibu senyaman mungkin, diskusikan hasil dan paerawatan selanjutnya
18. Kembalikan troli ke area yang bersih, cuci jika perlu
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yuang sesuai
Membuka jahitan, klip, atau staples
Keputusan untuk membuka jahitan, klip, atau staples dibuat sesuai dengan hasil pengkajian. Jahitan dibuka jika luka sudah sembuh, sering kali 5-10 hari pasca operasi. Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat memperlambat penyembuhan luka. Meskipun set pembuka/gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat bersih, dengan menggunakan sarung tangan nonsteril. Sebuah troli juga dapat digunakan, tetepi sering kali cukup dengan permukaan bersih yang berada di dekat ibu. Diperlukan sebuah wadah untuk menempatkan klip atau staples sehingga dapat dibuang dengan benar ke wadah khusus benda tajam. Bila beberapa jahitan sudah dibuka ternyata luka masih menganga, bidan harus merujuk ibu terlebih dahulu sebelum mengangkat seluruh jahitan.
Mengangkat jahitan
Tujuan mengangkat jahitan dengan benar adalah untuk memastikan bahwa tidak ada bagian luar jahitan yang tertarik ke dalam :
1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan (dapat digunakan pinset untuk membantu dengan tangan non dominan
2. Dengan tangan dominan,potong benang di bawah simpul sedekat mungkin dengan kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut benang dari kulit
Prinsip ini dapat digunakan baik pada jahitan interuptus, kontinue atau sub-kutikular. Untuk melepas jahitan sub-kutikular yang dipertahankan di tempatnya dengan bead, terlebih dahulu bead tersebut yang berada di ujung distal harus dilepas sehingga jahitan dapat dicabut dari ujung yang terdekat dengan bidan. Pencabutan harus dilakukan secara perlahan sehingga ibu hanya akan merasakan tarikan bukan rasa tidak nyaman.
Melepas staples
1. Pegang pembuka staples seper ti sebuah gunting
2. Masukkan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan ganggang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati-hati
Melepas klip michel
1. Pegang pembuka klip seperti sebuah gunting
2. Masukkan bilah yang kecil ke bawah klip
3. Tekan ganggan pembuka klip secara bersamaan, klip akan terangkat dari kulit pada saat ditarik
Melepas klip kifa
1. Pasang pinset di atas sayap klip
2. Tekan kedua sayap secara bersamaan
3. Klip akan terangkat dari kulit ketika pinset ditekan
Prosedur melepas jahitan, klip, dan staples
1. Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu
2. Siapkan alat :
• Sarung tangan non steril
• Set pelepas jahitan/set balutan yang berisi gunting, pemotong jahitan,staples, atau klip
• Kantong sekali pakai
3. Posisikan ibu sedemikian rupa agar luka dapat terlihat, dengan tetap memperhatikan privasi dan martabat ibu
4. Cuci tangan
5. Buku set alat
6. Pakai sarung tangan
7. Kaji luka : bila luka terbukti sudah sembuh angkat jahita, klip atau staples seperti yang telah dijelaskan di atas
8. Bantu ibu untuk memperoleh rasa
9. Bereskan dan buang alat dengan benar
10. Cuci tangan
11. Dokumentasikan hasil dan lakukan intervensi yang sesuai
Melepas drain luka
Dalam pelepasan drain luka, kan terdapat luka kecil terbuka setelah drain dilepas diperlukan tindakan asepsis dalam melepas drain luka. Sebelum drain dilepas, sifat vakumnya harus dilepas terlebih dahulu, dan ibu harusmenyadari bahwa pencabutan pipa drainase ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah membuka jahitan, satu tangan menahan kulit dengan lembut,sementara tangan lainnya mencabut pipa drain. Daerah bekas drainase dibersihkandan dibalut dengan balutan yang tepat. Jumlah cairan yang keluar dicatat dalam catatan keseimbangan cairan. Bila diperlukan, ujubg drainase dapat dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Pada hari berikutnya perlu dilakukan pengkajian terhadapa daerah bekas drainase.
Perubahan Pasca Operasi
Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan. Ini perlu diketahui. Perubahan – perubahan itu ialah:
1. Kehilangan darah dan air ynag menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam sirkulasi. Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi tekanan darh dipertahankan, dan dengan mengalirnya cairan daari ruang ekstraselular, volume kemudian pulih kembali. Akan tetapi jika misalnya terjadi perdarahan terlalu banyak, tensi menurun dan nadi menjadi cepat, dan bahaya syok mengancam.
2. Dieuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian menjadi normal kembali. Pengukuran air kencing yang dikeluarkan sangat perlu oleh karena oliguri merupakan tanda syok mengancam.
3. Perlu diketahui bahwa sebagai akibat operasi terjadi penghancuran protein jaringan; bahwa ekskresi kalsium meningkat, sedang pengeluaran natrium dan klorida berkurang.
Penanganan Pasca Operasi
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar harus dijaga supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umunya, setelah dioperasi, penderita ditempatkan dalam ruang pulih(recovery room) dengan penjagaan terus-menerus sampai ia sadar. Selama beberapa hari sampai dianggap tiidak perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan dieresis harus diawasi terus-menerus. Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh kesakitan. Rasa sakit ini dalam beberapa hari berangsur kurang. Pada hari opersai dan esok harinya ia biasnya memerlukan obat tahan nyeri, seperti petidin; kemudian, biasanya dapat diberikan analgetikum yang lebih ringan.
Penderita yang mengalami operasi – kecuali operasi kecil- keluar dari kamar operasi dengan infuse intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9%, atau glukosa 5%, yang diberikan berganti – ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi(atausesudah keluar dari situ)ia, jika perlu, diberi transfuse darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Maka, khususnya apabila pada pascaoperasi minum air perlu dibatasi, perlulah diawasi benar keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru – paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dalam 24 jam, air kencing dan cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk mengganti yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah. Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali, kemudian ia boleh minum sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan.
Dalam 24 jam sampai 48 jam pascaoperasi, henfaknya diberi makanan cairan, sesudah itu apabila jika sudah keluar flaktus, dapat diberi makanan lunak yang bergizi ubtuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristaltik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali. Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi. Dengan gejala mules, kadang – kadang disertai dengan perut kemubung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan kedalam rectum, dan kadang – kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150cc. campuran minyak dan gliserin.
Pemberian antibiotika pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan. Misalnya, setelah kista ovarium diangkat, tidak perlu diberi antibiotika, akan tetapi, sesudah histeroktomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Setelah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan lengan dan kakinya, tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan. Hal itu tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya dan komplikasi- komplikasi yang mungkin timbul. Di Indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena disini bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya pengangkatan jahitan pada laparotomi dilakukan pada hari ke – 7 pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari ke – 10.
Penyembuhan Luka
Kebutuhan Nutrisi Setelah Operasi
Karena tidak adanya kontraindikasi, pemberian nutrisi secara enteral lebih dipilih dibanding rute parenteral, khususnya jika terdapat komplikasi infeksi (Kudsk, 1992; Moore, 1992). Keuntungan lain dari nutrisi enteral adalah penurunan biaya penyembuhan (Nehra, 2002). Setelah operasi telah ditemukan efektif, dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Makan segera setelah operasi telah menunjukkan peningkatan penyembuhan luka, merangsang motilitas usus, menurunkan stasis usus, meningkatkan aliran darah usus, dan merangsang refleks sekresi hormon gastrointestinal yang dapat mempermudah kerja usus setelah operasi (Anderson, 2003; Braga, 2002; Correia, 2004; Lewis, 2001). Keputusan inisiasi “makan sesegera mungkin” dengan cairan atau makanan lunak telah diteliti secara prospektif (Jeffery, 1996). Pada pasien yang diberikan makanan lunak sebagai makanan pertama setelah operasi.
Sesudah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan lengan dan kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan. Hal itu, tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya, dan komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul. Di Indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena disini bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya pengangkatan jahitan pada laparatomi dilakukan pada hari ke-7 pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari ke-10.
Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan kondisi pasien pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di bawah ini:
a. Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu, buah.
b. Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging, ayam, ikan, telor dan sejenisnya.
c. Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
d. Usahakan cukup istirahat.
e. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin cepat makin bagus.
f. Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
g. Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan kondisi tubuh.
h. Minum obat sesuai anjuran dokter.
Proses penyembuhan luka
Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu :
1. Tahapan respons inflamasi akut terhadap cedera. Tahapan ini dimulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini, terjadi proses hemositosis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap dekstruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh daah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan menginfiltrasi luka.
4. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, konstraksi luka, dan organisasi jaringan ikat.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Operasi
Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi,memengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama.
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menururnkan sistem perbaikan sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit, seperti diabetes melitus dan ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena kandungan xat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B kompleks sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengukur metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblas, dan mencegah adanya infeksi, serta membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagaizat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, memengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok, atau stress akan mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama.

1 komentar:

  1. Slots No Matter How Many Casinos Do You Win in 2021
    For 골인 뱃 the uninitiated, slot 원 엑스 벳 machines have become the fastest-growing and most-used If you are looking 먹튀 검증 업체 순위 for slot games online, duzicicemsurucukursu.com we 바카라총판 suggest NetEnt.

    BalasHapus